Kurikulum 2013 Sebagai Wahana Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan Menjadi High Status Object


Oleh : Dr. M. Yahya Arwiyah, SH.MH*

Abstrak

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang berdasarkan nilai-nilai khususnya Pancasila untuk membentuk warga negara yang baik dan cerdas sesuai visi nasional. Kurikulum 2013 membuka eksistensi Pendidikan Kewarganegaraab dalam dunia pendidikan dimana selama ini mengalami low status object karena penanaman nilai-nilai atau pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran lain sehingga image penanaman nilai hanya tugas guru PKn. Ketercapaian tujuan dari kurikulum 2013 lebih ditonjolkan pada soft skill atau pembentukan karakter peserta didik dipengaruhi faktor guru, metode mengajar, media, dan sumberbelajar.
Key Words: Eksistensi, Karakter, Kurikulum, Pendidikan Kewarganegaraan, Soft Skill

Pendahuluan

Kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami perubahan sudah sebanyak sepuluh kali dimulai sejak tahun 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006 sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun, kurikulum pendidikan itu memiliki makna untuk tercapai tujuan pendidikan nasional khusunya sebagai sarana untuk mempertahankan kelangsungan Negara yang berdaulat agar selalu tetap utuh, dengan tatanan rakyat yang hidupnya makmur, aman sejahtera. Oleh karena itu, bagaimanapun bentuk, isi muatan struktur dari kurikulum setiap kurikulum pada dasarnya memiliki kesamaan meskipun ada beberapa perbedaan namun hal tersebut dilakukan sebagai upaya penyempurnaan terhadap kurikulum itu sendiri. Wacana kurikulum 2013 mendapatkan banyak respon dari berbagai pihak, khususnya adalah Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Mengingat, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki pengembangan kompetensi kewarganegaraan yaitu civic knowledge, civic skill dan civic disposition. Namun, terdapat beberapa kajian yang mengungkapkan bahwa dalam draft kurikulum PKn 2013belum secara proporsional dan komprehensif memuat kompetensi-kompetensi PKn tersebut sehingga membuat posisi PKn terancam eksistensisnya. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan penurunan “kewibawaan” PKn sebagai nomenklatur ilmiah dan kurikuler, sehingga siapapun dianggap sanggup mengampu atau mengajar PKn.
Kurikulum 2013 mengapa penting? bahwasanya telah menjadi satu tuntutan berkaitan dengan kondisi bangsa dan negara saat sekarang. Secara yuridis yang dikatakan dalam penjelasan Undang-undang No.20 tahun 2003, pada bagian umum tertulis ; 1). Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang, 2). Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sehingga kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP). Adapun aspek yang menjadi landasan pengembangan kurikulum secara jelas terangkum dalam isi materi uji kurikulum adalah; pertama aspek filosofis yang mencakup filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilaik akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi. Kedua; aspek yuridis mencakup Rencana Jangka Panjang (RJPM) pada sektor pendidikan pada INPRES No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksana Prioritas Pembangunan Nasional; mengenai penyempurnaan kurikulum dan metode dan pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter. Ketiga aspek Konseptual: mencakup relefansi, model kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum lebih dari sekedar dokumen, proses pembelajaran mencakup aktivitas belajar, output belajar dan outcome belajar serta cakupan mengenai penilaian. Berdasarkan ketiga aspek tersebut khususnya Pendidikan Kewarganegaraan apabila memaknainya, kurikulum ini membuat high status subject.

Pembahasan

Secara yuridis, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), menurut Penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Artinya PKn diidealkan dapat mencetak subjek universal bernama manusia, namun memiliki watak atau karakter serta orientasi ke-Indonesia-an/visi nasional. Secara teoretik, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wahana pendidikan demokrasi yang mengembangkan pengetahuan, kesadaran dan tanggung jawab, serta partisipasi manusia sebagai warga negara dalam koridor hak dan kewajiban, yang dijamin oleh konstitusi dan hukum negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Menurut Hermann (Budimansyah: 2010: 130) bahwa “…value is neither taught not cought, it is learned”. Substitusi nilai tidaklah semata-mata diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna, dalam artian ditangkap, diinternalisasi dan dibakukan sebagai bagian dari kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar. Turner et al (1990:6) mengemukakan mengenai perngertian dari Pendidikan Kewarganegaraan;
Civics comes from Latin word ‘civic’. The word means citizen. What is a citizen? In one sense of the word, a citizen is a member of a group living under certain laws. These laws are set and enforced by the people who govern, or rule, the group. Those who take part in ruling the group are, together, known as government. A citizen, then, is a member of a group living under the rule of government.
Cogan (1999:4) memberikan penegasan perbedaan pengertian civic education dan citizenship education. Civic Education diartikan sebagai “…the foundational course work in school designed to prepare young citizen for an active role in their communities in their adult lives” atau suatu mata kuliah dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Citizen education atau education citizenship adalah sebagai “…the more inclusive term end encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organization, the media etc., which help to shape the totality of the citizen”.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berisikan tentang pemerintahan dalam keadaan demokratis yang diajarkan di sekolah di sekolah, yang mana warga negara hendaknya melaksanakan hak dan kewajiban dengan penuh tanggung jawab. Di samping itu juga Pendidikan Kewarganegaraan berisikan tentang bagaimana mengembangkan sikap, keterampilan untuk menjadi warga negara yang baik melalui pengalaman belajar, memiliki konsep-konsep dasar ilmu politik serta mampu berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada konsep “contextualized multiple intelligence” yang membuka pandangan akan perlunya penanganan pembelajaran yang lebih kreatif, aktif-partisipatif, bermakna dan menyenangkan.
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya mengakomodasi secara komprehensif tiga aspek kompetensi kewarganegaraan secara proposional dan terintegrasi dengan mempertimbangkan kepentingan nasional. Kurikulum 2013 berdasarkan tujuannya tersirat dalam penanaman nilai-nilai atau karakter bangsa dimana terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu, komponen terpenting disini adalah tuntunan kreativitas guru dalam metode mengajar, penggunaan sumber belajar dan media pembelajaran. Teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidikan dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal oerumusan desain kurikulum, menjadi amat penting.
Kurikulum 2013 menuntut siswa sebagai subjek pembelajaran bukan sebagai objek pembelajaran sehibgga kompetensi pendididkan kewarganegaraan lebih mudah tercapai karena siswa lebih aktif dalam pembelajaran seperti banyak praktik lapangan dan studi kasus, sehingga teknik pembelajaran akan mengarahkan peserta didik menjadi inovatif, kreatif dan kompetitif sehingga image pembelajaran PKn yang hanya hafalan dan berdasarkan berbagai penelitian sebagian besar peserta didik tidak tertarik karena hanya sebatas kognitif saja. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan mengajak siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengalaman belajar yang mereka dapatkan dari kelas, lingkungan sekolah dan masyarakat harus mampu mendekatkan peserta didik pada kultur masyarakat dan bangsanya. Selain itu, kurikulum 2013 ini guru sebagai fasilitator dituntut untuk kreatif dalam perancangan pembelajaran sehingga tidak mudah orang yang bukan dari background PKn dapat mengajar PKn.
Menyongsong kurikulum 2013 khususnya dalam pembelajaran PKn dituntut perubahan guru dan budaya belajar. Guru dituntut untuk lebih professional dan kreatif sehingga diperlukan pembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi guru khususnya PKn adalah AP3KnI, bukan oleh pemerintah. Budaya belajar mulai dibangun dengan budaya membaca dan menulis sehingga diperlukan juga perpustakaan yang baik, dengan koleksi buku yang bermutu, serta akses internet yang memadai. Sumber belajar bisa didapat dimana saja khusus untuk PKn laboratorium yang tepat adalah masyarakat itu sendiri. Meskipun murid bisa belajar dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi khususnya internet belajar semakin tidak membutuhkan sekolah yang dibutuhkan adalah sebuah jejaring belajar (Ivan Illich learning web) yang lentur dan luwes.

Penutup

Kurikulum 2013 membawa pro dan kontra dari berbagai kalangan. Keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panajng, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tanaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraaan seharusnya mengakomodasi secara komprehensif tiga aspek kompetensi kewarganegaraan secara proposional dan terintegrasi dengan mempertimbangkan kepentingan nasional. Kurikulum 2013 berdasarkan tujuannya tersirat dalam penanaman nilai-nilai atau karakter bangsa dimana terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu, komponen terpenting di sini adalah tuntunan kreativitas guru dalam metode mengajar, penggunaan sumber belajar dan media pembelajaran.

Daftar Pustaka

Branson. S. Margaret dkk. (1998). “Belajar “Civic Education” dari Amerika”, Yogyakarta : diterbitkan atas kerjasama : Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) dan The Asia Foundation (TAF).
Budimansyah, D. dan Winataputra, S,U. (2007). Civic Education konteks, landasan, bahan ajar, dan kultur kelas. Bandung : Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Budimansyah, D. (2009). Project Citizen. Bandung : Prodi PKn SPs UPI UNESCO.
Cogan, J. J dan Dericott, R. (1998). Citizenship for the 21st century : An International perspective on Education. London : Kogan Page
Pengkaji Pancasila. 2009. Reaktualisasi Pancasila. Jakarta.
Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung. www.ujipublikkurikulum 2013.com


Leave a Reply